Ngaben adalah upacara pembakaran mayat yang dilakukan di
Bali, khususnya oleh yang beragama Hindu, dimana Hindu adalah agama mayoritas
di Pulau Seribu Pura ini. Di dalam Panca Yadnya, upacara ini termasuk dalam
Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur.
Makna upacara Ngaben pada intinya adalah untuk mengembalikan
roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang
Pedanda/Pinandita mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah
meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa.
Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak
saudara dari orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak
terhadap orang tuanya. Dalam sekali upacara ini biasanya menghabiskan dana 15
juta s/d 20 juta rupiah (saat ini sudah ada Ngaben massal yang biaya lebih
irit).
Upacara ini biasanya dilakukan dengan semarak, tidak ada
isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa kita tidak boleh
menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat menghambat perjalanan
sang arwah menuju tempatnya.
Hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan mencari hari baik
yang biasanya ditentukan oleh Pedanda/Pinandita yang akan memimpin upacara.
Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan keluarga dibantu oleh
masyarakat akan membuat “Bade dan Lembu” yang sangat megah terbuat dari kayu,
kertas warna-warni dan bahan lainnya. “Bade dan Lembu” ini merupakan tempat
mayat yang akan dilaksanakan Ngaben.
Pagi hari ketika upacara ini dilaksanakan, keluarga dan
sanak saudara serta masyarakat akan berkumpul mempersiapkan upacara. Mayat akan
dibersihkan/dimandikan atau yang biasa disebut “Nyiramin” oleh masyarakat dan
keluarga. “Nyiramin” ini dipimpin oleh orang yang dianggap paling tua didalam
masyarakat.
Setelah itu mayat akan dipakaikan pakaian adat Bali seperti
layaknya orang yang masih hidup. Sebelum acara puncak dilaksanakan, seluruh
keluarga akan memberikan penghormatan terakhir dan memberikan doa semoga arwah
yang diupacarai memperoleh tempat yang baik.
Setelah semuanya siap, maka mayat akan ditempatkan di “Bade”
untuk diusung beramai-ramai ke kuburan tempat upacara Ngaben, diiringi dengan
“gamelan”, “kidung suci”, dan diikuti seluruh keluarga dan masyarakat, di depan
“Bade” terdapat kain putih yang panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan
sang arwah menuju tempat asalnya.
Di setiap pertigaan atau perempatan maka “Bade” akan diputar
sebanyak 3 kali. Sesampainya di kuburan, upacara Ngaben dilaksanakan dengan
meletakkan mayat di “Lembu” yang telah disiapkan diawali dengan upacara-upacara
lainnya dan doa mantra dari Ida Pedanda/Pinandita, kemudian “Lembu” dibakar
sampai menjadi Abu. Abu ini kemudian dibuang ke Laut atau sungai yang dianggap
suci.
Setelah upacara ini, keluarga dapat tenang mendoakan leluhur
dari tempat suci dan pura masing-masing. Inilah yang menyebabkan ikatan
keluarga di Bali sangat kuat, karena mereka selalu ingat dan menghormati
lelulur dan juga orang tuanya. Terdapat kepercayaan bahwa roh leluhur yang
mengalami reinkarnasi akan kembali dalam lingkaran keluarga lagi, jadi biasanya
seorang cucu merupakan reinkarnasi dari orang tuanya.